Hadirnya wanita dalam kancah perpolitikan yang terbilang sebagai dunia yang penuh intrik, caci maki dan jauh dari “kelembutan” menjadi tren baru perpolitikan di Indonesia. Kita masih ingat Megawati Soekarnoputri yang mampu mengalahkan dominasi kaum pria dalam kepemimpinan di negeri ini. Kemudian, Hj. Ratu Atut Chosiyah, yang mampu memikul beban dan tanggung jawab kepemimpinan di Provinsi Banten, menjadi bukti lain semakin strategisnya posisi kaum wanita di Indonesia.
Kepemimpinan wanita sudah dapat diterima oleh masyarakat sejak terpilihnya Megawati sebagai Presiden Wanita pertama Indonesia. Kepemimpinan wanita sudah menjadi tren tersendiri yang mampu mewarnai nuansa kompetisi kepemimpinan yang sebelumnya didominasi kaum pria.
Menurut Hennig & Jardim dalam buku “The Managerial Woman”, kebanyakan wanita dapat menjadi pemimpin karena mereka terdidik mengenali potensi kepemimpinan yang ada dan telah belajar untuk memimpin. Para peneliti menemui bahwa para wanita yang suka memimpin tidak menganggap diri mereka sebagai wanita dan berbeda; mereka melihat diri mereka sebagai manusia. Pola pikir mereka, begitu juga kemampuan mereka, memampukan mereka menjadi pemimpin. Mereka berorientasi untuk bersaing dan menyelesaikan tugas.
Pemimpin Wanita tidak hanya belajar untuk melatih kekuatan pribadi mereka, mereka juga sudah sanggup mengesampingkan emosi mereka di situasi yang membutuhkan penilaian yang jelas. Mereka bukannya tidak emosional, tapi mereka telah belajar memahami diri dan mengendalikan perasaan mereka.
![]() | |
Ratu Atut (Gubernur Banten) |
Sudah semakin banyak wanita yang memimpin suatu daerah, sebagai bupati, walikota maupun gubernur. Sebut saja, Hj. Tutty Hayati Anwar, SH (Bupati Majalengka), Dra. Sri Moeljanto (Bupati Boyolali), Dra. Hj. Rustriningsih, M.Si (Bupati Kebumen), Hj. Rina Iriani S. Ratnaningsih, S.Pd (Bupati Karanganyar), Hj. Endang Setyaningdyah (Bupati Demak), Ratna Ani Lestari, SR, MM (Bupati Banyuwangi), Ir.Siti Nurhayati, MM (Bupati Ngajuk) dan Dra. Hj. Haeny Relawati Rini Widiastuti (Bupati Tuban).
Menurut Hennig & Jardim dalam buku “The Managerial Woman”, kebanyakan wanita dapat menjadi pemimpin karena mereka terdidik mengenali potensi kepemimpinan yang ada dan telah belajar untuk memimpin. Para peneliti menemui bahwa para wanita yang suka memimpin tidak menganggap diri mereka sebagai wanita dan berbeda; mereka melihat diri mereka sebagai manusia. Pola pikir mereka, begitu juga kemampuan mereka, memampukan mereka menjadi pemimpin. Mereka berorientasi untuk bersaing dan menyelesaikan tugas.
Pemimpin Wanita tidak hanya belajar untuk melatih kekuatan pribadi mereka, mereka juga sudah sanggup mengesampingkan emosi mereka di situasi yang membutuhkan penilaian yang jelas. Mereka bukannya tidak emosional, tapi mereka telah belajar memahami diri dan mengendalikan perasaan mereka.
I enjoyed every little bit of it.you have shared valuable information.Thanx dude..........
BalasHapusToyota Yaris AC Compressor